fbpx

Apa Perbedaan Berkomunikasi Virtual di Negara Maju dan Negara Berkembang?

0

Rentfix.com – Hampir seluruh negara di dunia saat ini sedang berhadapan dengan krisis pandemi Covid-19. Akibatnya, banyak orang tidak bisa bepergian seperti biasa dan harus lebih banyak berada di rumah agar tetap aman.

Imbauan untuk tetap berada di dalam rumah itu pun membuat banyak orang harus melakukan sebagian aktivitas secara virtual.

Untungnya, di zaman digital banyak teknologi pendukung untuk menyokong aktivitas tersebut. Ingin belajar tanpa harus pergi ke sekolah? Tenang, karena kegiatan belajar mengajar bisa dilakukan secara online dengan bantuan platform pendidikan.

Lalu, bagaimana dengan para pekerja yang harus datang ke kantor? Jangan risau, karena saat ini beberapa pekerjaan bisa dilakukan secara remote tanpa kehadiran diri di kantor.

“Hal yang terpenting adalah komunikasi. Ini menjadi kunci agar aktivitas yang kita lakukan di era new normal sepenuhnya berjalan lancar,” jelas Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi, Jumat (12/6/2020).

Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan pelatihan soft skills online dalam Leadership Development Series untuk Beswan Djarum (sebutan bagi para penerima program Djarum Beasiswa Plus dari Djarum Foundation) angkatan 2019/2020.

Dalam kelas tersebut, Rosi membawakan tema “Berkomunikasi di New Normal: Building Trust in Virtual Communication”. Ia memaparkan tentang perbedaan tantangan berkomunikasi virtual di negara maju dan negara berkembang.

Berkomunikasi virtual di negara maju

Pada kesempatan itu, perempuan yang akrab disapa Rosi ini memaparkan sebuah data riset yang dilakukan Buffer, perusahaan penyedia layanan internet asal Amerika. Riset tersebut mendapati fakta unik terkait fenomena work from home ( WFH) selama era new normal.

“Tercatat sekitar 98 persen koresponden bersedia untuk bekerja remote dalam beberapa waktu untuk sepanjang kariernya. Ini menandakan bahwa banyak orang yang suka bekerja dari rumah,” ujar Rosi. Dari 98 persen tersebut, 32 persen koresponden mengaku saat bekerja di rumah mereka memiliki waktu yang lebih fleksibel.

Kemudian, 26 persen di antaranya senang bekerja remote karena dapat bekerja di lokasi mana saja. Ya, asal ada internet dan laptop bekerja di mana saja tidak menjadi masalah.

Selanjutnya, 21 persen sisanya beranggapan bahwa bekerja remote tidak mengharuskan mereka bepergian (commute) sehingga lebih hemat waktu dan hemat energi.

Namun, lanjut Rosi, koresponden riset tersebut sebagian besar berasal dari negara maju yang memiliki infrastruktur internet lebih canggih. Jadi, kendala eksternal seperti gangguan internet mungkin akan jarang terjadi.

Berkomunikasi virtual di negara berkembang

Menurut Rosi, hasil riset Buffer tersebut tentu akan berbeda jika dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia. Pasalnya, koneksi internet di Indonesia yang masih tidak terlalu mumpuni kerap menjadi tantangan bagi orang Indonesia saat berkomunikasi virtual.

Melansir penelitian terakhir yang dilakukan WebsiteToolTester (11/2019), Indonesia bahkan berada di posisi ke-92 dari total 207 negara dengan kecepatan rata-rata hanya 6,65 Mbps.

Berbeda dengan negara maju di Asia lainnya seperti Taiwan di posisi pertama (85,02 Mbps), Singapura di posisi ke-2 (70,86 Mbps), dan Jepang di posisi ke-6 dunia (42,77 Mbps).

Kendala ini pun merembet ke kualitas komunikasi virtual yang tidak terlalu apik. Mulai dari masalah buffer saat menonton video pembelajaran, interaksi yang terlambat (delay), audio feedback, hingga lag yang menyebabkan komunikasi tidak berjalan maksimal saat melakukan conference call.

“Mau tidak mau, untuk mengatasi masalah ini Anda harus menggunakan provider internet yang mumpuni,” jelas Rosi. Selain jaringan internet, situasi tempat tinggal juga dapat menjadi gangguan komunikasi virtual di Indonesia.

Alasannya, lanjut Rosi, masyarakat Indonesia masih banyak yang tinggal dengan keluarga besar dan sulit mencari ketenangan saat sedang berkomunikasi virtual Oleh karena itu, sebelum memulai meeting virtual Anda harus mengomunikasikannya kepada orang rumah agar mereka bisa memahami tugas yang hendak Anda lakukan.

“Pilih pula lokasi yang agak hening, bisa di pojok ruangan atau kamar pribadi. Namun, sebelum memulai meeting virtual singkirkan terlebih dahulu barang-barang yang sifatnya privasi agar Anda tetap tampak profesional,” ujar Rosi.

Tak hanya itu, Rosi mengatakan, dalam komunikasi virtual, blocking adalah sesuatu yang juga harus diperhatikan. Ini akan membuat tubuh pembicara terlihat jelas. Caranya, sesuaikan jarak kamera dengan diri Anda seukuran medium close up.

“Berikan jarak kosong di atas kepala (headroom) Anda. Lalu, berikan pula jarak di sebelah kiri dan kanan tubuh agar Anda bisa menggerakkan tangan saat berbicara,” jelas perempuan yang juga pernah mengisi kelas untuk pelatihan Beswan Djarum angkatan sebelumnya. Namun, tambahnya, jangan terlalu banyak bergerak agar tidak mengganggu visual lawan bicara.

Sebab, transmisi jaringan internet memerlukan beberapa waktu agar terkirim sepenuhnya. Dengan demikian, tantangan untuk berkomunikasi virtual tidak akan menjadi hambatan yang berarti. Hal terpenting adalah fokus dalam menemukan solusi dan Anda akan tetap bisa melakukan komunikasi digital dengan lancar seperti dilansir dari Kompas.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *