Mengenang Sosok RA Kartini dan Perjuangannya
Rentfix.com – Hari ini 141 tahun lalu, tepatnya 21 April 1879, Raden Ajeng Kartini lahir di Rembang, Jawa Tengah. Hari lahirnya, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini setiap tahunnya. Selamat ulang tahun, Ibu Kartini! RA Kartini dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan. Meskipun mengalami banyak rintangan saat memperjuangkan kesetaraan untuk perempuan, Kartini dapat membuktikan bahwa peran perempuan sangat besar. Mari mengenang sosok RA Kartini dan perjuangannya.
Sosok Kartini
Melansir Harian Kompas, 23 April 1977, Kartini berasal dari sebuah keluarga ningrat Jawa. Ayahnya merupakan seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat. Sementara, ibunya adalah putri dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara, yang bernama M.A Ngasirah. Kakek Kartini adalah Pangeran Ario Tjondronegoro IV, yang menjadi bupati di usianya yang baru menginjak 25 tahun. Selain terpandang, Kartini juga berasal dari keluarga yang dikenal cerdas.
Kakak Kartini, Sosrokartono, dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang bahasa. Di zamannya saat itu, belum banyak perempuan yang dapat memperoleh pendidikan seperti saat ini. Hingga menginjak usia 12 tahun, Kartini memperoleh pendidikan di ELS (Europes Lagere School). Di ELS, murid-murid diwajibkan berbahasa Belanda pada kesehariannya. Kartini pun menyukai pelajaran bahasa Belanda tersebut. Akan tetapi, menurut tradisi Jawa, anak perempuan harus tinggal di rumah sejak usia 12 tahun hingga menikah. Oleh karena itu, ia pun dipingit dan harus tinggal di rumah.
Perjuangan Kartini
Meskipun tak lagi bersekolah, Kartini tetap memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Ia terus belajar, membaca, dan menulis. Dalam masa itu, Kartini juga mengisi waktunya dengan mengajar membatik abdi-abdi perempuan dan gadis-gadis kecil hingga membuka sekolah kerajinan putri di kabupaten khusus untuk putri bangsawan kota itu.
Sekolah kerajinan ini juga dikelola bersama kedua saudaranya, RA Kardinah dan RA Rukmini, Pada periode tahun 1896 hingga 1903, Kartini menuliskan pemikirannya lewat tulisan yang dimuat oleh majalah perempuan di Belanda yang bernama De Hoandsche Lelie, De Nederlandasche Taal, De Gida, dan Soerabainsche Nieus Handelsblad. Selain itu, ia juga saling berkirim surat dengan teman-temannya yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Abendanon.
Menurut surat tertanggal 19 Oktober 1903 kepada Abendanon, Kartini menuliskan bahwa ia akan menikah. Acara pernikahan tersebut berlangsung pada 8 November 1903. Kartini menikah dengan seorang bangsawan Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 1903. Meski telah menikah, Kartini tidak menghentikan perjuangannya untuk membela hak-hak perempuan.
Suaminya juga mengerti akan keinginan Kartini dan memberikan kebebasan padanya. Dari pernikahannya ini, RA Kartini memiliki anak pertama sekaligus anak terakhirnya yang bernama Soesalit Djojo Adhiningrat pada 13 September 1904. Namun, empat hari setelah melahirkan, tepatnya pada 17 September 1904, Kartini mengembuskan napas terakhir di usianya yang baru menginjak 25 tahun.
Surat-surat Kartini
Melansir Harian Kompas, 1 Januari 2000, perjuangan Kartini banyak diketahui melalui surat-surat yang ditinggalkan olehnya. Setidaknya ada 106 surat Kartini kepada para sahabatnya. Sebagian surat Kartini dipilih dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1911 dalam buku Door Duisternis tot Lict oleh pejabat Belanda, JH Abendanon yang mengenal Kartini dengan dekat dan keluarga Bupati Jepara. Buku tersebut pun dicetak ulang sebanyak empat kali hingga tahun 1923.
Cetakan kelima pada tahun 1976 merupakan edisi baru yang diperluas dengan tambahan surat Kartini yang tidak diterbitkan pada edisi I. Abendanon kemudian juga menulis artikel tentang Kartini Les Idees d’une Jeune Javanaise (Pikiran-pikiran Perempuan Muda Jawa) pada tahun 1913 dalam majalah Perancis L’Asie Francaise. Terjemahan surat-surat Kartini terbit dalam Bahasa Perancis tahun 1960.
Edisi Inggris pertama terbit di New York tahun 1920 berjudul Letters of a Javanese Princess terjemahan Agnes L Symmers, dengan kata pengantar oleh sastrawan Belanda, Louis Couperus, yang mengalami beberapa kali cetak ulang. Edisi berbahasa Melayu, terbit tahun 1922 dalam seri Volkslectuur (Bacaan Rakyat) di Jakarta. Edisi tersebut memuat pilihan tertentu dari surat-surat Kartini yang ada dalam edisi Belanda di bawah judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Terjemahan dilakukan oleh empat orang Indonesia dengan kata pengantar oleh Abendanon sendiri.
Hari Kartini
RA Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 2 Mei 1964. Penetapan ini dilakukan oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964. Selain itu, tanggal lahir RA Kartini pada 21 April juga diperingati sebagai Hari Kartini. Peringatan ini bertujuan untuk menghormati jasa-jasanya dalam memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia. Wahai ibu kita Kartini Putri yang mulia Sungguh besar cita-citanya Bagi Indonesia…