Kenaikan 476% Nilai Transaksi E-commerce dan Efek bagi Pasar Properti Indonesia
Tidak bisa di pungkiri, semakin kedepan manusia membutuhkan segala sesuatu yang lebih cepat, praktis dan sudah pasti efektif dan efisien dalam hal waktu dan biaya. Itulah sebabnya, terjadinya tren perubahan pola berbelanja orang beberapa tahun terakhir ini menjadikan bisnis e-commerce mengalami perkembangan yang cukup signifikat.
Ada dua hal yang pada akhirnya menjadi dasar kepada bisnis e-commerce begitu cepat berkembang di Indonesia. Pertama sudah pasti karena market Indonesia yang begitu besar, sehingga potensi ekonomi yang bisa di garap begitu besar dan kedua sudah pasti adanya dukungan sarana dan prasana yang memadahi sehingga bisnisnya seperti mendapatkan tempatnya untuk bisa berkembang secara maksimal di Indonesia.
Dari telusuran litbang Rentfix yang berasal dari Bank Indonesia, periode hingga 2018. Terlihat memang peningkatan yang cukup tinggi dalam bisnis e-commerce, dari tahun 2014 yang baru mencapai Rp25triliun, meningkat menjadi Rp69,8 triliun di tahun 2016. Namun sungguh menakjubkan justru di tahun 2018 ini prediksi yang dibuat oleh Bank Indonesia dengan melihat fenomena yang terjadi di tahun 2017 maka kenaikan di bisnis ini di taksir mencapai 476% dibanding tahun 2014 yaitu mencapai Rp144 triliun.
Peningkatan itupun salah satunya juga di sebabkan karena peningkatan jumlah pengguna internet yang ada di Indonesia. Setidaknya dari data yang bisa kita himpun dari beberapa sumber, kenaikan pengguna internet dari tahun 2013 – 2017 mencapai 54,67%. Dimana pada tahun 2013 baru mencapai 72,8 juta tapi di tahun 2017 sudah mencapai 112,6 Juta. Ini merupakan pencapaian yang cukup menarik, namun satu hal yang membuat terjadinya peningkatan jumlah pengguna internet itu sendiri adalah peran dari para pebisnis e-commerce yang selalu mengupdate aplikasinya sehingga menjadi lebih menarik dan membuat masyarakat lebih tertarik untuk menggunakan aplikasi tersebut untuk berbelanja. Dalam satu penelusuran kita bisa melihat bahwa nilai investasi untuk pengembangan bisnis e-commerce itu sendiri tidak sedikit ada dana sekitar Rp22,6 triliun yang telah di keluarkan oleh pebisnis e-commerce untuk pengembangan model bisnis ini sehingga bisa menjadi lebih menarik.
Terjadinya semua hal yang telah di jelaskan di atas itulah yang pada akhirnya juga mempengaruhi tren yang terjadi pada bisnis properti. Dimana menurut James Taylor, Head of Research PT Jones Lang LaSalle Indonesia perubahan tren bisnis belanja itulah yang juga turut mengubah tren pebisnis yang membutuhkan ruang hingga masuk tahun 2018 ini.
Setidaknya dari kaca mata James Taylor, hingga tahun 2017 lalu ada 3 bagian besar dalam bisnis logistic yang mengusai pasar di Indonesia yaitu Occupier Demand terdiri dari Perusahaan e-commerce, Third-party Logistic (3PL) dan Fast-moving Consumer Goods (FMCG). Penjelasannya adalah untuk E-Commerce investor demandnya adalah pengembang yang disebabkan karena produk ini bersifat favourable demographics. Sementara 3PLs investor demandnya lebih bersifat private equity karena alasan “improving infrastructure” dan yang terakhir adalah FMCGs dengan investor demandnya adalah Sovereign Wealth Funds, hal itu disebabkan karena easier to do business.
Dari analisa yang di kemukakan oleh James, dengan melihat tren yang terjadi hingga tahun 2017 lalu setidaknya akan terjadi 2 model yang kedepan akan menjadi model yang bisa di pilih oleh para pebisnis di sektor ini ketika mereka membutuhkan ruang atau lahan untuk mereka bisa mengembangkan bisnis ini menjadi lebih besar. Kedua model itu adalah : model Built to suite implementasinya akan berupa : konsep limited available space dengan model developer to build warehouse. Sedangkan pola kerjasama yang kedua adalah model Warehouse for leasing dengan model bisnisnya some developers building warehouses for lease in the open market.
Dengan penjelasan diatas, pada akhirnya kini para pemilik lahan atau ruang sewa mesti melakukan strategi bisnis yang lebih menarik agar para pebisnis yang ada di sektor ini tertarik untuk bisa masuk di kawasan bisnis atau kawasan pergudangan yang mereka miliki. Setidaknya jika kita mengamati jumlah pemain besar yang akan menjadi target klien dari perusahaan-perusahaan penyedia jasa pergudangan.