Tren Perkantoran Jakarta, Flexible Office dan Coworking Space
Rentfix.com – Dampak Pandemi Covid-19 beragam terhadap industri properti. Secara umum, sektor perhotelan dan pusat perbelanjaan terhantam paling keras, karena aktivitas dan perjalanan dibatasi. Hal ini menyusul pemberlakuan dua tahap dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, dan penerapan jam malam di kota-kota penyangga Jakarta.
Sementara untuk sektor perkantoran, para pengembang dan pengelola terus mengupayakan negosiasi dengan penyewa eksisting dengan tawaran harga sewa kompetitif dan diskon, untuk mempertahankan tingkat hunian dan menutup ongkos operasional. Namun, di balik krisis kesehatan, sebagaimana halnya krisis-krisis lain yang terjadi sebelumnya, selalu ada terobosan, peluang, kebutuhan, dan tren baru yang dimanfaatkan pengembang.
Menurut Director Research Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus, tren ke depan untuk sektor perkantoran lebih mengarah ke flexible office untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan yang menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home.
Namun begitu, tidak semua perusahaan memiliki kemampuan untuk menyediakan infrastruktur demi mendukung kelancaran WFH bagi karyawannya. Oleh karena itu, opsi berkantor di coworking space akan dipertimbangkan. Tren ruang kerja bersama ini bakal mengalami akselerasi.
Seiring dengan pemanfaatkan teknologi informasi dan juga digitalisasi, terutama untuk perusahaan yang berbasis jasa. “Kebutuhan flexible office dan coworking space meningkat. Para operator dan pengembang ruang kerja bersama ini akan melakukan penyesuaian terhadap tren baru,” kata Anton seperti dilansir dari Kompas.com, Kamis (17/9/2020).
Penyesuaian ini dilakukan agar ruang-ruang yang ditawarkan lebih nyaman, aman, dan higienis sesuai dengan kebutuhan akan kesehatan selama ataupun pasca Pandemi Covid-19. Dalam catatan Savills Indonesia, hingga Semester I-2020, terdapat 200 operator coworking space. Sebanyak 90 persen atau 180 di antaranya berada di Jakarta. Berdasarkan lokasi, sebagian besar atau 64 persen ruang kerja bersama berada di area Central Business District (CBD).
Sementara di area non-CBD, Jakarta Selatan memiliki pasokan ruang kerja dengan porsi terbesar yakni 18 persen dan diikuti oleh Jakarta Pusat sebanyak 7 persen. Kemudian Jakarta Utara dengan persentase sebanyak 6 persen serta Jakarta Barat sebanyak 5 persen. Pasokan di Jakarta Timur paling sedikit dibandingkan dengan lokasi lain.
Selama semester I-2020, pasar coworking space Jakarta hanya mengalami sedikit penambahan ruang baru, yakni sebanyak 15.000 meter persegi. Beberapa operator yang melakukan ekspansi pada tahun ini adalah CoHive, Connext, GoWork, Kedasi, Ko+labora, UnionSpace, dan Wellspaces.com.
Capaian tersebut, lebih sedikit dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada saat itu, penambahan ruang kerja bersama tercatat seluas 40.000 meter persegi. Dengan ekspansi baru, total pasokan ruang kerja bersama saat ini sekitar 200.000 meter persegi,. Dengan kata lain, ruang seluas 200.000 meter persegi di Jakarta itu diperebutkah oleh 180 operator.
Meredup
Sementara WeWork, perusahaan global yang mengendalikan sejumlah coworking space terbesar dunia, termasuk di Indonesia, justru mulai meredup. Menurut Anton, mereka tidak akan melakukan ekspansi secara agresif karena mengalami banyak kendala.
“Mulai dari salah melakukan perhitungan (kalkulasi) bisnis hingga kondisi bisnis secara umum yang sedikit banyak memengaruhi ekspansi mereka,” ungkap Anton. Sementara pemain lain yang terdeteksi menutup usahanya adalah operator-operator lokal skala kecil. Secara umu, nasib sektor perkantoran ke depan akan mengalami tekanan.
Di CBD Jakarta, hingga akhir tahun 2020, tingkat penyerapan ruang kantor masih akan minim, hingga 30-35. Akibatnya, potensi ruang-ruang kosong perkantoran pun meningkat menjadi sekitar 27 persen dari sebelumnya 25 persen pada Semester I-2020. Harga sewa pun akan tertekan, tetap di angka Rp 180.000-Rp 230.000 per meter persgei per bulan.