Pengembang, Siasati Situasi Pandemi dengan Pemasaran Digital
Rentfix.com – Pandemi Covid-19 tahun 2020 betul-betul membuat sektor properti hancur lebur, setelah melambat dalam tiga tahun terakhir. Masa kebangkitan yang diproyeksikan bakal terjadi tahun ini, kembali porak poranda dan menyisakan tantangan besar bagi para pengembang.
Tak keliru jika Senior Associate Director Colliers Internasional Indonesia Ferry Salanto memandang tahun 2020 sebagai titik terbawah dari siklus properti. Tidak ada lagi kunjungan proyek dan kunjungan show unit, dan aktivitas transaksi sepi. Akibatnya, harga pun cenderung stagnan. “Ini adalah titik paling bottom, paling bawah dari siklus properti. Belum akan bangkit lagi hingga 2022 mendatang,” ujar Ferry dalam konferensi video, Rabu (8/4/2020) lalu.
Baca Juga: Generasi Milenial Lebih Senang Menyewa Dibandingkan Membeli Properti
Khusus pasar apartemen, Ferry menuturkan, tidak ada sama sekali pasokan baru. Demikian halnya untuk jadwal pembukaan yang harusnya masuk pasar pada Kuartal I-2020. Sebelumnya, Colliers memprediksi, akan ada pasokan 13.304 unit apartemen pada tahun 2020. Namun, pandemi telah mengubahnya dan menjadikan pasokan terkoreksi.
Untuk pasar apartemen, Ferry bilang, bukan saja karena krisis Corona, pada situasi normal pun masih lesu. Tercatat pada tahun 2018, pasokan terkoreksi menjadi 17.524 unit karena penjualan sedang tidak dalam performa bagus. Situasi tersebut akan terulang pada tahun ini, di mana jumlah pasokan terkoreksi dan tingkat serapan terus menurun sekitar 1,5 persen hingga 2 persen.
“Developer merasa proyek sepi karena kunjungan jauh berkurang. Kami prediksi yang tidak terjadi tahun 2020 akan terjadi tahun berikutnya,” imbuh Ferry. Di luar proyek yang akan diselesaikan, proyek baru yang diperkenalkan, juga terbatas. Bagi pengembang, yang paling penting adalah, pasokan saat ini bisa terjual, sebelum merilis proyek baru berikutnya. Namun demikian, menurut dia, bukan berarti Pandemi Covid-19 menutup sama sekali peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pengembang.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan pengembang untuk dapat melewati situasi menantang seperti ini. Termasuk memaksimalkan strategi pemasaran digital atau digital marketing. Hal ini dilakukan oleh PT Ciputra Development Tbk ( CTRA). Menurut Sekretaris Perusahaan CTRA Tulus Santoso, sejak sektor properti mengalami perlambatan, strategi pemasaran digital sudah dilakukan.
Baca Juga: 8 Keuntungan Sewa Apartemen Puri Casablanca
Terlebih saat ini, ketika krisis membuat situasi berubah signifikan. Pada Kamis (9/4/2020) contohnya. Anak usaha CTRA, PT Ciputra Residence meluncurkan klaster baru di Citra Maja Raya melalui aplikasi konferensi video Zoom. Meski belum menampakkan hasil untuk matriks penjualan, namun setidaknya ada banyak peminat yang tertarik membeli produk baru ini. Demikian halnya dengan Springhill Group yang memanfaatkan platform serupa untuk proyek perumahan Springhill Yume Lagoon di Serpong, Tangerang Selatan, dan apartemen The Peak Royal di Kemayoran, Jakarta Pusat.
“Kami memanfaatkan platform Zoom dan juga sedang menyempurnakan situs resmi kedua proyek tersebut. Digital marketing sudah harus kami eksplorasi maksimal,” ujar Direktur Pengembangan Bisnis dan Marketing Springhill Group Rudy Budiman seperti dilansir dari Kompas.com.
Untuk pengembangan dan pemanfaatan platform digital dan media sosial ini, Springhill Group mengalokasikan dana Rp 80 juta per bulan. Belanja lahan Baik CTRA maupun Springhill Group menyadari, bahwa krisis saat ini tidak bisa ditebak ujungnya. Jadi, ketimbang berhenti berproduksi, keduanya tetap menjalankan aktivitas penjualan.
Hasilnya memang baru bisa dirasakan saat Pemerintah melonggarkan mobilitas atau mencabut aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Oleh karena itu, kata Tulus, CTRA memilih opsi bergerilya lahan baru di seputaran Jadebotabek dan Surabaya. Jika kelak, krisis berlalu, mereka sudah memiliki cadangan lahan untuk dikembangkan proyek baru.
“Saat ini kami setop dulu meluncurkan proyek baru, di luar Citra Maja Raya dan apartemen Citra Landmark di Jakarta Timur. Namun belanja lahan tetap kami lakukan,” kata Tulus.
Senyampang dengan target penjualan tahun ini, dia menegaskan belum akan merevisi atau mengoreksi. Semua mengikuti dinamika pasar, termasuk tindakan rasionalisasi karyawan yang tidak akan dipilih oleh CTRA. Sebaliknya dengan Springhill Group, memastikan tidak akan belanja lahan untuk sementara. Perusahaan ini justru akan menjajaki dana asing untuk memperkuat struktur finansialnya. “Modal luar kami jajaki, sekecil apapun peluangnya,” tuntas Rudy.